Tampilkan postingan dengan label Lanjutan (Edvance). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lanjutan (Edvance). Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Mei 2014

Mengevaluasi Investasi Bisnis Dengan Penganggaran Modal

www.halloagan.blogspot.com
Perusahaan sering mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli aset yang akan beroperasi selama bertahun - tahun. Seperti membeli peralatan untuk mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan kualitas produk atau membeli peralatan untuk menguji konsistensi produk yang dibutuhkan pelanggan. Pengeluaran tersebut digunakan untuk aset jangka panjang yang disebut belanja modal dan dicatat sebagai aset dalam neraca. Biaya tersebut dipindahkan dari neraca ke laporan laba rugi melalui Beban Penyusutan.


Metode Penganggaran Modal
Dengan menggunakan metode penganggaran modal, perusahaan bisa menganalisa investasi dari beberapa alternatif investasi yang tersedia untuk kemudian menetapkan atau memilih investasi yang paling menguntungkan. Ketidaktepatan dalam menetapkan pilihan investasi akan menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian ril ataupun kerugian karena kehilangan kesempatan untuk memperoleh manfaat yang lebih menguntungkan (opportunity cost) yang sebenarnya dapat diwujudkan. Analisis investasi akan menyeleksi kesempatan-kesempatan investasi yang ada, sehingga dapat dipilih investasi yang memberikan manfaat terbesar dari setiap rupiah dana yang diinvestasikan.

Ada beberapa metode panganggaran modal yang digunakan untuk mengevaluasi perusahaan anda. Berikut metode penganggaran modal yang umum digunakan.

1. Payback Periode
Jangka waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kembali jumlah modal yang ditanam, semakin cepat modal dapat diperoleh kembali berarti semakin kecil resiko yang harus diambil/ dihadapi (Periode waktu yang menunjukkan berapa lama dana yang diinvestasikan akan bisa kembali)

Formula Payback periode = jumlah investasi * 1 tahun
                                                         Proceed

2. Internal rate of return
Tingkat pengembalian yang dihasilkan atas suatu investasi atau discount rate yang menunjukkan present value cash flow = present value outlay. IRR yang didapat dibandingkan dengan biaya modal yang ditanggung peruusahaan.

IRR
=
I2
+
NPV2
x
(I2 – I1)




NPV1   -  NPV2


Keterangan :
I1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1)
I2 = tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2)
NPV1 = net present value 1
NPV2 = net present value 2

Jika IRR > I, investasi diterima
Jika IRR < I, Investasi ditolak

3. Net Present Value (NPV)
Metode penilaian investasi yg menggunakan discounted cash flow. (mempertimbangkan nilai waktu uang pada aliran kas yg terjadi sekarang dengan arus kas keluar yang akan diterima pada masa yang akan datang).

Formula : NPV = PVNCF – PVNOL

Langkah – langkah :
a. Tentukan discount rate yang digunakan berdasarkan biaya modal atau Required Rate Of Return.
b. Menghitung present value dari net cash flow.
c. Menghitung present value dari net outlay.
d. Menghitung present value dengan mengurangkan PVNCF dengan PVNOL.

4. Accounting rate of return
Mendasarkan pada keuntungan yang dilaporkan dalam buku/reported acc.Income. Metode ini menilai suatu dengan memperhatikan rasio antara rata-rata dengan jumlah modal yang ditanam (initial investment) dengan ratio antara laba bersih dengan rata-rata modal yang ditanam.

Formula :  ARR = Jumlah EAT x 100%
                                        Investasi
Apabila ARR > 100%, investasi diterima sedangkan ARR < 100%, investasi ditolak.

Kamis, 15 Mei 2014

Tips Menghindari Kerugian Selisih Kurs

www.halloagan.blogspot.com
Kerugian selisih kurs sangat rawan bagi perusahaan perdagangan yang sering bertransaksi dengan mata uang asing. Jika anda seorang manager atau pemilik usaha anda harus peka terhadap kondisi ekonomi di negara kita. Kondisi ekonomi yang fluktuatif terhadap nilai tukar uang akan menyebabkan perusahaan anda beresiko mengalami kerugian kurs. Resiko lain yang disebabkan oleh fluktuasi ekonomi makro adalah perubahan suku bunga. Ketika perusahaan anda mempunyai utang dan kewajiban bunga dalam mata uang asing sementara nilai tukar mata uang rupiah juga berfluktuasi bisa diprediksi kondisi keuangan perusahaan anda akan jatuh.

Kerugian selisih kurs timbul ketika perusahaan mempunyai utang valas sedangkan nilai tukar rupiah melemah dan jika perusahaan mempunyai piutang dalam valas sedangkan nilai tukar rupiah menguat otomatis perusahaan terpaksa menukarkan rupiah lebih banyak dari jumlah rupiah sebelum nilai tukar rupiah melemah. Resiko rugi yang terjadi berdampak di nilai liabilitas akan meningkat dan nilai aset akan menurun.

Tentunya kerugian selisih kurs dapat dihindari, berikut adalah tips untuk menghindari kerugian selisih kurs :

1. Teknik Hedging (membatasi Resiko) 

adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure terhadap nilai tukar. Pada prinsipnya dimaksudkaan untuk memindahkan potensi resiko kepada pihak ketiga atau Bank tertentu. Contohnya: Meminjam mata uang asing dalam jumlah yang setara dengan nilai sekarang dari piutang kemudian mengkonversi mata uang asing ke dalam mata uang domestik sesuai dengan harga spot lalu tempatkan mata uang domestik di deposito dengan tingkat bunga yang berlaku. Ketika piutang mata uang asing masuk, bayar kembali pinjaman dalam mata uang asing. Dengan begitu resiko rugi selisih kurs dapat diminimalkan

2. Belanja Dalam Negeri Dengan Mata Uang Asing

Ketika nilai tukar rupiah menguat akan berdampak negatif pada piutang perusahaan. Sebagai contoh Butik PW adalah distributor batik. Pada  tanggal 25 Januari 2014 terjadi transaksi piutang dari customer dari luar negeri yang menginginkan batik untuk segera dikirim tanggal 12 Maret 2014 dengan nilai tukar rupiah 13000/USD. Setelah pembayaran masuk kerekening tanggal 20 Maret 2014, keesokan harinya Butik PW bermaksud melakukan pindah buku dari rekening USD ke IDR tanpa diduga ternyata nilai tukar rupiah menjadi 11000/USD. Otomatis Butik PW merugi selisih kurs.
Resiko kerugian selisih kurs semacam ini bisa diminimalkan dengan berbelanja batik dalam negeri menggunakan mata uang USD. Sehingga sisi utang dalam negeri bisa disamakan dengan sisi piutang luar negeri.

3. Bertransaksi Dengan Mata Uang Sama

Gunakan mata uang yang sama antara transaksi yang menimbulkan liabilitas dengan transaksi yang menimbulkan aset. Dengan kata lain jika perusahaan anda import barang menggunakan mata uang USD usaha untuk membuat penawaran kepada customer anda dalam negeri untuk bertransaksi menggunakan mata uang USD. Dengan begini tidak akan ada resiko selisih kurs. 

4. Cadangan Kas (Cash Reserve)

Cash Reserve adalah sejumlah uang tunai (rupiah dan valuta asing) yang dicadangkan dan disimpan di dalam bank atau brankas serta diperhitungkan dalam pemenuhan kewajiban likuiditas minimum bank.
Buatlah cadangan kas di bank dalam mata uang asing yang sering anda gunakan untuk bertransaksi di perusahaan anda. Jika tidak punya simpanan anda bisa membeli di Bank. Jika tak punya cukup kas untuk membeli valas, anda bisa meminjam dalam jangka pendek beban bunganya juga tak terlalu tinggi, masih jauh lebih aman dibandingkan kena fluktuasi nilai tukar. Hal yang sama bisa diberlakukan pada transaksi terkait utang dalam mata uang asing lainnya.

Upayakan agar mata uang yang digunakan untuk bertransaksi di sisi liabilitas (utang) sama dengan mata uang yang digunakan untuk bertransaksi di sisi aset (jualan). Selain itu usahakan pemindahan risiko kepada pihak ketiga (Bank) melalui hedging.

Selasa, 06 Mei 2014

Tips Mengelola Biaya Standart Menjadi Lebih Efektif

http://halloagan.blogspot.com/
Biaya standart adalah biaya dimuka yang dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu dibawah asumsi kondisi ekonomi, efisiensi dan faktor - faktor lain. Sistem biaya standart digunakan untuk mengelola informasi biaya sehingga manajemen bisa mendeteksi kegiatan - kegiatan dalam perusahaan yang biayanya menyimpang dari biaya standart yang sudah ditentukan. 

Sabtu, 03 Mei 2014

Menghitung dan Menganalisa Rasio Keuangan

http://halloagan.blogspot.com/

Analisa Rasio Keuangan adalah suatu metode perhitung dan interpretasi berdasarkan pos - pos yang ada pada satu laporan atau kombinasi antar laporan yang digunakan untuk menentukan tingkat likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas perusahaan.
Dengan tujuan menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang.


1. Rasio Likuiditas, Mengukur kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendek. Ada dua rasio yang digunakan untuk mengukur Likuiditas perusahaan, yaitu Current Ratio dan Quick Ratio.
  • Current Ratio adalah rasio yang digunakan mengukur tingkat likuiditas perusahaan dengan membandingkan aset lancar dengan utang lancar, Current Ratio = Aset Lancar / Utang Lancar
  • Quick Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan aktiva lancar untuk menutupi utangnya, Quick (Acid Test) Ratio = (Aset Lancar – Uang Muka – Persediaan) / Utang Lancar
2. Rasio Struktur Modal/Leverage, Mengukur kemampuan perusahaan membayar utang jangka panjang. Tiga tipe dasar leverage :
  • Leverage operasi, hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dengan EBIT. 
  • Leverage keuangan, hubungan antara EBIT perusahaan dengan EPS.
  • Leverage total, hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dengan EPS.
3. Rasio Profitabilitas, Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan Laba. Berikut 6 jenis Rasio Profitabilitas :

  • Gross Profit Margin (GPM) digunakan untuk menghitung seberapa besar keuntungan kotor dari penjualan produk, Gross Profit Margin = Laba Kotor  / Penjualan Bersih. atau Gross Profit Margin = (Penjualan Bersih - HPP) / Penjualan Bersih. Sebagai contoh Penjualan perusahaan Rp 10,907,000,000. Sedangkan Laba Kotor Rp 4,825,000,000. Sehingga GPM = 4,825,000,000 / 10,907,000,000 = 44%. Artinya, untuk setiap Rp 1 penjualan bersih yang dihasilkan oleh perusahaan, Rp 0.56 dipergunakan untuk menutup Harga Pokok Penjualan, sehingga tersisa Rp 0.44 saja untuk menutup biaya operasional. Dengan kata lain, dari total penjualan netto yang dihasilkan, 56% nya habis digunakan untuk menutup HPP dan hanya 44% yang tersisa untuk menutup biaya operasional.
  • Net Profit Margin (NPM) atau Return On Sales (ROS) digunakan untuk menghitung seberapa besar keuntungan bersih dari penjualan produk, Net Profit Margin = Laba Bersih / Penjualan Bersih. Misalnya NPM = Laba Bersih Rp 979,000,000 / Penjualan Rp 10,907,000,000 = 9%, artinya untuk setiap Rp 1 dari penjualan bersih yang dihasilkan, laba bersih yang tersisa hanya Rp 0.09. Sedangkan yang Rp 0.91 habis untuk menutup HPP, biaya operasional dan pajak. Dengan kata lain, dari total penjualan netto yang dihasilkan, perusahaan hanya menyisakan 9% laba bersih. Sedangkan 91% nya habis untuk menutup HPP, Biaya Operasional dan Pajak.
  • Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada, ROA = Laba Bersih / Total Aktiva. Misalnya ROA = Laba Bersih Rp 979,000,000 / Total Aktiva Rp 10,715,000,000 = 9.1%, artinya untuk setiap Rp 1 Aset yang digunakan, perusahaan hanya mampu menghasilkan Rp 0.091 Laba Bersih. Bisa juga dikatakan, perusahaan hanya mampu menghasilkan Laba Bersih 9.1% dari total Aset yang digunakan.
  • Return On Equity (ROE) atau Return On Investmen (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada, ROE= Laba Bersih/ Total Ekuitas. Misalnya ROE atau ROI = Laba Bersih Rp 979,000,000 / Total Ekuitas 2,071,000,000 = 47.3%, artinya untuk setiap Rp 1 yang diinvestasikan pada perusahaan, pemegang saham memperoleh tambahan nilai ekuitas Rp 0.473. Bisa juga dikatakan, dari total investasi pada perusahaan, pemegang saham memperoleh kenaikan nilai ekuitas hampir separuhnya yakni 47.3%.
  • Earning Per Share (EPS) digunakan untuk mengukur setiap lembar saham dalam menghasilkan pendapatan bagi para pemegangnya, EPS = (Laba Bersih – Dividend Preferen) / Rata-Rata Tertimbang Saham Beredar
  • Devidend Payout Ratio (DPR) digunakan untuk mengukur tingkat deviden yang dibagikan, DPR = Dividend Kas Saham Biasa / (Laba Bersih – Dividend Preferen)
4. Rasio Aktivitas, Menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. Dimana rasio ini melihat kemampuan manajemen untuk menggunakan dan mengoptimalkan aktiva yang dimiliki. Berikut jenis - jenis Rasio Aktivitas :

  • Receivable Turn Over, digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang. Semakin besar nilai rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang sama dengan rendah, sebaliknya kalau nilai rasio kecil berarti ada over investment dalam piutang. Receivable Turn Over = Penjualan Kredit / Piutang Rata - Rata
  • Inventory Turn Over, digunakan untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu. Rasio ini bertujuan untuk menilai efisiensi operasional pengelolahan persediaan barang dagang. Inventory Turn Over = HPP atau Penjualan / Persediaan
  • Fixed assets Turn Over, digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam dalam aktiva tetap untuk menghasilkan penjualan bersih setiap rupiah yang diinvestasikan pada aktiva tetap. Fixed assets Turn Over = Penjualan / Aktiva Tetap
  • Working Capital Turn Over, digunakan untuk mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar serta menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Working Capital Turn Over = Penjualan / Modal Kerja Bersih atau Working Capital Turn Over = Penjualan / (Aktiva Lancar - Utang Lancar)
  • Total Assets Turn Over merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi nilai rasio menunjukkan aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Total Assets Turn Over = Penjualan / Total Aktiva
Menganalisa Laporan Keuangan bertujuan untuk memberi gambaran pada manajemen akan kelemahan dan kemampuan finansial perusahaan dari tahun ke tahun.

Jumat, 25 April 2014

Memprediksi Kebangkrutan Dengan Altman Z-Score

http://halloagan.blogspot.com/
Altman Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standart kali rasio - rasio keuangan yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dengan kata lain Altman Z-Score bisa memprediksi kebangkrutan pada suatu perusahaan.

Tapi Z-Score tidak dipergunakan untuk perusahaan jenis jasa keuangan atau lembaga keuangan (baik swasta maupun pemerintah). Khusus jenis perusahaan ini memang tidak menggunakan model berbasis neraca. Hal ini karena adanya kecenderungan perbedaan yang cukup besar antara neraca suatu institut keuangan dengan institut keuangan lainnya.

Z-Score = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

Dimana :
  • X1 = Modal Kerja terhadap Total Aktiva
  • X2 = Laba Ditahan terhadap Total Aktiva
  • X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT) terhadap Total Aktiva
  • X4 = Nilai Pasar Ekuitas terhadap Total Nilai Buku Libilitas
  • X5 = Penjualan terhadap Total Aktiva
Klasifikasi :
  • Skor Z > 2.99 = Perusahaan tersebut sehat
  • Skor Z < 1.81 = Perusahaan tersebut berpotensial bangkrut
  • Skor Z 1.81 < Z < 2.99 = Perusahaan tersebut dalam zona kelabu (grey area)

Formula Z-Score untuk perusahaan MANUFAKTUR dan NON MANUFAKTUR dibedakan sbb :

1. Formula Z-Score untuk perusahaan MANUFAKTUR :
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

2. Formula Z-Score untuk perusahaan NON MANUFAKTUR :
Z-Score = 6,56T1 + 3,26T2 + 6,72T3 + 1,05T4

Contoh penggunaan formula Z-Score untuk laporan ASSII data tahun 2009 :
http://ilmuakuntans.blogspot.com/2014/04/belajar-memprediksi-kebangkrutan-dengan.html

Dari contoh diatas dapat dilihat hasil Z-Score ASII yaitu 3,99. Angka tersebut menunjukan bahwa ASII berada pada posisi cukup aman dari potensi kebangkrutan.

Walaupun Z-Score ini secara umum cukup bagus dalam melindungi kita dari berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang berpotensi untuk mengalami kebangkrutan, kita harus pandai-pandai menafsirkan nilainya apakah relevan dengan nature dengan kondisi industri di mana perusahaan berada.